Perumpamaan
Tuhan Yesus tentang pembayaran upah pekerja kebun anggur sangat menusuk rasa
keadilan diri saya sebagai manusia. Bagaimana mungkin orang yang bekerja sehari
penuh dibayar sama dengan orang yang hanya bekerja beberapa menit saja untuk
hari itu. Saya sama seperti para pekerja yang pertama, mempertanyakan keadilan
kerja dari tuan yang empunya kebun anggur. Pertama kerana tuan tersebut
membayar duluan mereka yang mulai bekerja belakangan, dimulai dari mereka yang
baru bekerja pada jam 5 petang. Berikutnya adalah mereka yang lebih lama
sedikit dari yang terakhir, dan seterusnya sampai kepada mereka yang mulai
pertama bekerja yaitu bekerja sejak pagi-pagi sekali.
Proses
pembayaran itu bersifat terbuka, telus, sehingga setiap orang dapat melihat apa
yang dibayar kepada orang lain. Proses ini sudah tentu menimbulkan rasa iri
hati dari mereka yang dibayar belakangan, yang timbul dari harapan untuk
mendapat lebih banyak dari mereka yang dibayar lebih dahulu
Ada
banyak pelajaran yang dapat kita pelajari dari cerita ini. Pertama kita selalu
menuntut bila merasa diperlukan tidak adil. Walaupun dalam kenyataan apa yang
kita terima itu sudah sesuai dengan persyaratan awal yang kita sepakati dengan
orang lain, namun ketika kita mendapati bahwa ada orang lain mendapatkan
perlakuan istemewa lebih dari kita, kita merasa tidak adil. Perasaan tidak adil
itu timbul dari rasa iri hati terhadap orang lain.
Kedua,
kita menuntut keadilan dari orang lain yang bukan milik kita. Wang yang dibayar
oleh sang pemberi kerja adalah miliknya sendiri, dan bukan milik kita. Kita
sudah dibayar sesuai kontrak perjanjian kita, namun ketika kita melihat jumlah yang
dimiliki orang lain, kita menuntut lebih besar yang di luar kontrak kita. Kita
mendasari tuntutan kita pada rasa keadilan, meskipun sebenarnya itu timbul dari
rasa iri kepada orang lain.
Ketiga,
sang empunya pekerjaan yang membayar upah, memiliki hak untuk menggunakan wangnya
sesuai dengan keinginannya. Ia yang mengambil pekerja, ia bebas memilih siapa
yang ia mahu pekerjakan dan berdasarkan upah yang disepakati bersama.
Pekerja
yang pertama adalah jenis pekerja yang hanya mau bekerja kalau diupah. Pekerja
seperti ini biasanya orang-orang yang memiliki ketrampilan tinggi atau otot
yang baik sehingga merekalah yang akan dipilih terlebih dulu di pasar tenaga
kerja ketika orang mencari pekerja. Sedangkan mereka yang dipilih belakangan
ketika hari sudah siang adalah mereka yang dipinggirkan, mereka yang memiliki
peluang mendapatkan pekerjaan kecil karena mungkin tidak memiliki ketrampilan
yang baik, atau sudah tua sehingga dianggap tidak memiliki kekuatan untuk
bekerja berat.
Ketika
orang-orang yang dipinggirkan itu, mereka yang belakangan dipanggil bekerja,
maka kesempatan bekerja itu bagi mereka adalah suatu yang patut disyukuri
sehingga mereka tidak peduli jumlah yang akan mereka terima dari sang empunya
kerja. Bagi mereka sudah cukup mereka diambil dalam bekerja, soal upah mereka
serahkan kepada belas kasihan sang empunya kerja. Mereka tidak menuntut atau
memperhatikan upah yang akan mereka terima nanti, yang penting hari itu mereka
mendapatkan pekerjaan. Perhatian sang empunya kerja pada mereka sudah merupakan
suatu mujizat bagi mereka, karena masih ada orang yang mahu peduli dengan
situasi mereka.
Kalau
kita memperhatikan bagaimana sang tuan pergi ke pasar mencari pekerja, kita
akan terkejut. Pada awalnya dia pergi yang paling pertama bertujuan mencari
orang- orang terbaik untuk bekerja dengannya sebelum orang-orang itu di ambil
oleh orang lain. Sang tuan itu mendapat orang-orang tersebut dan membuat
rundingan tentang upah dengan mereka. Menyepakati upah dengan mereka kerana
orang-orang seperti itu tidak akan mulai bekerja kalau tidak sepakat dengan
upah yang ditawarkan. Mereka adalah orang-orang terbaik yang dapat memilih
pekerjaan yang mereka sukai.
Sesudah
mendapat pekerja dan dengan jumlah yang sesuai untuk bekerja di kebun
anggurnya, harusnya tuan tersebut berhenti. Namun dalam perumpamaan itu, tuan
itu masih pergi ke pasar. Ketika ia di sana, ia menemukan ada orang-orang yang
masih menganggur.
Kalau
kita perhatikan, tuan itu pergi ke pasar beberapa kali, iaitu jam 9, 12,15 dan
17. Mengapa harus terus ke pasar? Sudah tentu tuan itu pergi ke pasar bukan
karena masih kekurangan pekerja, tetapi karena ada dorongan dari dalam hatinya
yang mulia, hati yang penuh kebaikan dan belas kasihan untuk mencari mereka
yang belum mendapatkan pekerjaan, mereka yang terlantar, mereka yang
terpinggirkan karena tidak mampu bersaing untuk mendapatkan pekerjaan.
Niat baik
tuan itu dalam mengambil mereka yang terpinggirkan ini menunjukkan belas
kasihannya terhadap mereka yang menderita. Mereka menderita bukan karena kemahuan
mereka, bukan karena mereka malas, tetapi karena sistem dunia telah membuat
mereka terbuang, sistem dunia selalu mendahulukan memilih orang orang yang
terbaik dan kuat dan membuang mereka yang lemah. Kriteria dunia dalam memilih
selalu didasarkan pada hal-hal seperti mereka yang cantik, tampan, kuat, trampil
dan menolak mereka yang buruk, cacat, bodoh, lemah dan tak berdaya.
Ketika
Samuel diutus Tuhan ke rumah Isai untuk mengurapi calon raja baru Israel,
Samuel juga terjebak dalam cara-cara memilih berdasarkan kriteria dunia, tetapi
Tuhan melihat ke dalam hati manusia.
Perumpamaan
Tuhan Yesus di atas menunjukkan kepada kita perbedaan antara kasih karunia
Allah dengan keadilan manusia. Bagi manusia, keadilan adalah legal, kesesuaian
dengan persyaratan, kesesuaian dengan aturan atau hukum-hukum yang berlaku.
Bila anda mencari pekerja kebun, maka sudah tentu syarat yang sesuai adalah
orang yang kuat mencangkul tanah, mampu bekerja 8 jam sehari.
Kita
selalu sangat menekankan aspek peraturan dalam setiap cara pandang kita,dalam
setiap keputusan kita, dalam setiap hubungan kita dengan orang lain, sehingga
tidak ada ruang untuk menempatkan mereka yang tidak termasuk kategori-kategori
aturan yang kita buat.
Banyak
hal dalam situasi hubungan kita dengan orang lain sering menjadi alasan untuk
menilai orang lain tidak layak karena terlalu banyak aturan yang kita pasang
sehingga menjadi batas untuk bergaul dengan orang lain.
Kasih
karunia Allah adalah menerima kita apa adanya tanpa memperdulikan latar
belakang kita, tanpa peduli dosa-dosa kita, dan tanpa peduli apakah kita mampu
melaksanakan tugas-tugas kita. Tuhan menawarkan keselamatan yang sama bagi
semua orang, tidak peduli anda mulai mengenal Yesus sejak anda kecil, atau anda
bertobat ketika nafas anda tinggal beberapa detik sebelum ajal anda.
Penyamun
di sebelah salib Yesus menerima pengampunan pada detik-detik terakhir dari
kematiannya. Ia tidak pernah ke gereja, ia tidak pernah membaca Alkitab,ia
tidak sempat dibaptis, ia tidak pernah menyanyi dan memuji Tuhan sebelumnya,
tetapi ia menikmati keselamatan sama besarnya dengan orang-orang kudus lainnya.
Ia adalah jenis pekerja yang datang pada akhir jam kerja yaitu pada pukul 5
petang, beberapa menit sebelum jam kerja berakhir dan ia menikmati upah yang
sama dengan mereka yang bekerja sejak pagi-pagi sekali.
Itulah
belas kasihan Allah, itulah kasih karunia Allah yang sangat besar. Kita
menerima keselamatan bukan karena usaha kita, bukan karena perbuatan kita,
bukan karena kemampuan kita, tetapi karena belas kasihan Allah, kasih karunia
Allah yang sangat besar melampaui semua aturan hukum. Allah sendiri telah menebus
hokum-hukum itu melalui pengorbanan AnakNya, sehingga kita dibenarkan oleh iman
kepada AnakNya. Semua itu agar kita yang diselamatkan tidak boleh membanggakan
diri atas keselamatan yang kita terima dari Tuhan, tetapi kita boleh datang
kepadaNya dengan penuh ucapan syukur dan memuliakan kebesaran kasihNya. Tuhan
memberkati kita semua.
~Robin, M.C.S~
nice, much blessed
ReplyDelete